Pada postingan kali ini, saya akan menceritakan sedikit
perjalanan saya bersama kawan-kawan saya dimulai dari Bintaro, Tangerang
Selatan sampai Curug Seribu Gunung Bunder, Bogor Jawa Barat.
Saya bersama kawan-kawan saya mempunyai suatu perkumpulan
yang dinamakan MSC. Apa itu MSC? MSC adalah singkatan dari “Mengerti Sedikit
Computer”. Mengapa diberi nama MSC? Karena saya dan kawan-kawan saya mengambil
jurusan TKJ (Teknik Komputer Jaringan) disuatu sekolah yang bertempat di Pondok
Aren, Tangerang Selatan, yaitu SMK YADIKA 5. Lalu apa hubungannya MSC dengan
TKJ? Kalau TKJ itu jelas-jelas nama jurusan yang berada di SMK YADIKA tersebut,
sedangkan MSC itu hanya nama plesetan agar tidak kaku didengar. hahaha
Dan pada tahun lalu yaitu tahun 2011, kami mengadakan
tour ke Curug Seribu, Gunung Bunder Bogor.
Bagaimana ceritanya? Silahkan simak baik baik :D
Kami bergerak menuju Curug Seribu dengan anggota 11
orang, yaitu; Saya, Ozza, Syahrul, Ucuk, Rafli, Amri, Cemplon (Dimas), Lukman, Panji,
Mehoy, dan Gipronk.
Perjanjian dihari kemarin, kami akan berangkat jam 17.00
WIB, dan anda tau akhirnya kami berangkat jam berapa? Jam 21.00 WIB. Hahaha
Sekitar pukul 20.00 WIB kami baru menyiapkan alat alat untuk
menuju curug tersebut, apa saja alatnya? Yaitu; 2 buah senter, 1 tenda,
makanan, minuman, dan tak lupa 6 bungkus rokok.
Setelah menyiapkan alat tersebut, kami pun bergegas untuk
melakukan perjalanan pukul 21.00 WIB.
Ditengah jalan, gue juga lupa itu nama tempatnya apa,
pokoknya dekat dengan Gunung Sindur, kami 11 orang dengan muka “Percaya Diri”
langsung memotong jalan (niatnya biar cepet sampe gitu), tapi sayangnya jalanan
yang kami lalui itu sangat sangat tidak layak untuk dilalui sepeda motor, mungkin
untuk motor cross sangat layak. Dan apa yang kami lakukan setelah melihat
jalanan yang begitu parah? Kami pun hanya bilang “Hahahaha”.
Setelah menempuh 1km jalan motor cross, kami pun tiba di
halaman depan Gunung Bunder, apa yang kami lakukan dan bicarakan? Kami
melakukan aktifitas favorit di tongkrongan kami, yaitu “Clingak-Clinguk” sambil
berkata “Itu di depan ada penjaga-nya ga sih? Kalo ga ada, kita masuk gratis
nih”. Hahaha sambil istirahat di warung tapi warungnya tutup. Tak lama kemudian
sang pemilik warung mengira kami akan menginap diwarung tersebut dan membeli
apa yang dijual oleh sang pemilik warung, dan kami pun dengan muka Percaya Diri
langsung kabur untuk masuk Gunung Bunder, entah gimana kelanjutan sang pemilik
warung tersebut.
Tepat pukul 01.00 WIB, kami langsung menuju Curug Seribu,
salah satu Curug tertinggi yang berada di Gunung Bunder, Bogor. Setelah sampai
didepan pintu masuk Curug Seribu, kami kembali “Clingak-Clinguk” dan tak lupa
mengatakan ”Ada orangnya gak?” hahaha dan ternyata Tuhan mengizinkan kami untuk
masuk tanpa membayar (alias GA ADA ORANGNYA!!!). Hahaha
Selanjutnya kami pun gesit untuk parkir kendaraan karena
tak sabar ingin turun ke Curug, setelah mengunci semua kendaraan dan ingin
berjalan, lalu muncul pertanyaan “Yang jagain motor kita siapa ngo?” jawaban
nya pun bervariasi, ada yang jawab “selaw apa” lalu ada yg menjawab “yaudah
titipin diwarung depan aja”, lalu masalah selesai, dan kami pun kembali
kewarung depan pintu masuk Curug Seribu, bukan warung yang tadi (depan pintu
masuk Gunung Bunder). Hahaha
Setelah menitipkan kendaraan diwarung, lalu kami berjalan
kaki menuju Curug, tak lama berjalan, ada lahan kosong dan lebar, cocok untuk
didirikan tenda, tapi ada yang bilang “ini mah terlalu deket sama pintu masuk, udah
mendingan pas di curug-nya aja kita diriin tenda-nya”, serempak menjawab “oke”.
Traffic Curug Seribu juga terbilang suram, mengapa?
Karena hanya ada jalan setapak untuk dilalui, dan sebelah kanan-nya ada
pohon-pohon atau tebing-tebing, yang sebelah kiri-nya adalah JURANG. Yang lebih
parahnya lagi, kami hanya membawa 2 senter, kemudian senter tersebut dipegang
oleh orang yang berada didepan dan dibelakang untuk menerangi jalan, selebihnya
pada memakai senter HP. Hahaha
Cuaca dingin menyelimuti perjalanan kami menuju Curug.
Ditengah perjalanan, kawan kami Syahrul dan Ucuk terlibat percakapan, yaitu:
Syahrul: Cuk, lu jalan-nya jangan terlalu ke kiri, itu
Jurang ngo!
Ucuk: Yaelah....... Selaw apa...........
*Jurang masih dianggap selon. Hahaha
Tak lama kemudian, kami pun sampai di curug tersebut,
seperti biasa, kami semua pun langsung “Clingak-Clinguk” sambil berkata “DIRIIN
TENDA-NYA DIMANA NGO?!”. Hahahaha Ternyata tempat tersebut tidak ada tempat
rata, ada tanah dan ada batu sehingga tenda tidak bisa di dirikan.
Lalu kami pun tidur seadanya disitu, ada yang langsung
tidur asal-asalan, ada juga yang jongkok TAPI tidur. Hahahaha
Malam menuju Pagi itu biasanya manusia normal mulai
lapar, dan kami pun membuka kacang dan mie yang kami bawa tadi, setelah makan
biasanya manusia normal itu minum, lalu kami pun minum, dan minuman tersebut
itu lalu habis, tak ada sisa untuk pagi nanti. Hahaha
Memasuki pukul 03.00 WIB sampai 05.00 WIB suhu Curug Seribu
tambah dingin, dan yang hanya bisa kami lakukan yaitu jongkok dan tidur, mau
ngapain lagi, hanya itu yang bisa dilakukan, mau gerak juga susah, kanan kiri
belakang ga keliatan, akibat cuaca yang mulai dingin kami terpaksa mengumpulkan
sampah bekas makanan yang tadi kami makan untuk dibakar, karena hanya sampah
tersebut yg bisa dibakar, rumput rumput sekitar tidak ada yg bisa dibakar
karena basah terkena embun.
Kami kira api yg kami buat bersama sampah tadi itu cukup untuk menghangatkan,
ternyata tidak!
Memasuki pukul 05.30 pencahayaan Curug Seribu mulai
terlihat, dan yang pertama kami lakukan adalah berdiri dari tidur jongkok dan
melihat keadaan sekitar, anda tau apa yang ada disebelah kanan kiri dan
belakang? Yang ada disebelah kanan kiri belakang kami adalah jurang. Hahaha
Tapi kami bersyukur tidak ada gangguan dari alam lain,
mungkin mereka juga kasihan melihat kami. Hahaha
Tak lama kemudian, kami pun langsung turun menuju
gerojokan air, untuk sekedar berfoto ataupun mandi, hanya ada 2 dari teman kami
yang masih tidur secara jongkok yaitu Amri dan Panji. Kurang dari 3 jam kami
berada di air tersebut, kami pun memutuskan untuk naik dan kembali ke warung,
mungkin udah pada cape, karena efek kurang tidur, tidur juga tidur jongkok,
saya sendiri juga baru merasakan bagaimana rasanya tidur jongkok. Hahaha tidur
jongkok itu tidak menimbulkan efek pegal pada kaki maupun badan, hanya saja
sesudah tidur jongkok efek tersebut mulai terasa. Hahaha
Selama menempuh setengah perjalanan yang cukup jauh, dari
curug ke pintu masuk, ada sedikit suara dari teman kami, dia berkata “air sama
siapa?” hahaha ketauan udah abis dari semalem dan tidak ada sisa sama sekali.
Kolaborasi antara istirahat sejenak dan tertawa-tertawa kecil pun kami lakukan
dalam perjalanan menuju keluar.
Kurang dari 2 jam perjalanan, kami melihat warung dari
kejauhan rasanya seperti melihat Nabi, sangat senang! Hahaha karena apa? Karena
kami ingin makan dan minum tentunya. Setelah sampai diwarung tak lama kami
memesan makanan dan minuman. Sambil menunggu makanan selesai dihidangkan, kami
hanya bisa bengong dan keadaan diwarung tersebut pun sepi tidak ada suara
bagaikan tidak ada orang, padahal ramai. Hahaha setelah makanan siap untuk
dimakan, keadaan pun masih sepi, tidak ada celotehan ataupun lelucon yang
dikeluarkan oleh salah satu dari kami, hanya ada suara perpaduan antara sendok
dengan piring. Hahaha
Tetapi setelah makanan habis, suara suara pun mulai
bermunculan, dan keadaan warung pun berubah drastis, yaitu perubahan dari yang
tadinya sepi menjadi ramai bahkan berisik. Hahaha ya itulah kami, beda dengan
manusia normal lainnya, kalo yang lain itu biasanya “laper berisik, kenyang
diem”, kalau kami sebaliknya “laper diem, kenyang berisik” bahkan lebih berisik
dari semua isi ragunan. Hahaha
Setelah selesai makan dan berbincang-bincang cukup lama,
tak lama kami pun beranjak menuju rumah, disini saya jelaskan singkat saja. Hal
menarik saat perjalanan pulang itu adalah mengendarai motor yang hanya tidur
kurang dari 2 jam. Ironisnya saat pertengahan perjalanan, yang diboncengi atau
yang sedang tidak membawa motor, itu mengantuk dan hampir jatoh, bisa
dibayangkan kalau jatoh? Itu pasti beda ceritanya. Antara lucu dengan tidak
lucu sih kalo ini, tetapi kami masih anggap lucu dan bersyukur Tuhan masih
menyelamatkan.
Mungkin perjalanan ini sangat jauh dari kata enak, tetapi
kami tetap menikmati, dan menerima keadaan. Mengapa kami menikmati meski
keadaannya tidak enak? Kalau untuk perasaan individu jujur perjalanan tersebut
memang tidak enak, tetapi kalau dirasakan secara kebersamaan itu sudah cukup,
bahkan lebih dari cukup, karena kami memiliki rasa solidaritas yang saya anggap
cukup tinggi.
Rasa solidaritas kami anggap cukup penting untuk merubah
keadaan dari keadaan yang tidak enak bahkan pahit sekalipun!
Hanya itu yang bisa saya ingat-ingat dan saya ceritakan,
mungkin masih banyak kejadian lain yang belum saya ceritakan. Bagi kawan semua
yang membaca tulisan ini, cerita diatas itu bukanlah untuk dicontoh, silahkan
contoh yang baik-baiknya saja, yang tidak baik jangan ditiru, karena tulisan
diatas hanyalah sekedar menceritakan kejadian kami, bukan untuk dicontoh
apalagi ditiru!
Mohon maaf apabila ada kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
Jangan lupa komentarnya...... :D
Mohon maaf apabila ada kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
Jangan lupa komentarnya...... :D
Akhir kata, Wassalam...
Wakakakak tidur jongkok, harusnya di sensor itu gan =))
BalasHapusGa perlu sensor, udah lulus sensor. hahaha
HapusApi'a kurang besar om
BalasHapusDr basecamp pintu masuk Curug nya msh jauh ya...trs gmn panoramanya d situ
BalasHapus